ETIKA
PEMERINTAHAN
Etika berasal dari bahasa yunani ETHOS yang berarti
kebiasaan atau watak. Konsep etika berarti ilmu pengetahuan tentang akhlak atau
moral. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip tentang
tindakan moral yang betul. Etika sebagai ilmu yang mencari orientasi sangat
dipengaruhi oleh lingkungan seperti adat istiadat, tradisi, lingkungan sosial,
ideologi, agama, Negara, dan lain-lain (BKN, 2001:5). Etika merupakan
nilai-nilai hidup dan norma-norma serta hukum yang mengatur tingkah laku
manusia. Etika suatu refleksi kritis atau studi mengenai perilaku manusia yang
mendasari perilaku faktual, filsafat mengenai moralitas dan merupakan ilmu
pengetahuan yang sifatnya normatif dan praktis. Istilah etika dan
etik memiliki perbedaan pengertian yang relative dan sangat samar.
Etika adalah ilmu akhlak yang mebahas pola-pola aturan tentang nilai-nilai
kesusilaan. Tata aturan tersebut perlu, harus bahkan wajib dilaksanakan. Bagi
seseorang yang mematuhi aturan tersebut dan mengetahui masalah etika, amat
terpuji apabila tindakannya berpegang pada aturan tersebut. Tindakan yang
memberlakukan aturan etika itu disebut tindakan etik dan sifat pelaksanaan
tindakan tersebut disebut etis. Tata aturan dalam etika disebut norma atau
kaidah yang berisi baik dan buruknya perbuatan sesuai dengan ukuran dan tingkat
kemajuan kebudayaan dan peradaban masyarakat yang menganut dan mematuhi norma
atau kaidah tersebut.
Dalam
praktek penyelenggaraan pemerintahan etika berhubungan erat dengan moral, yang
merupakan kristalisasi dari ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, patokan-patokan,
kumpulan peraturan-peraturan dan ketetapan baik lisan maupun tulisan. Etika dan
moral mengandung pengertian yang mirip dalam percakapan sehari-hari di dalam
masyarakat. Kedua istilah tersebut dimaknai sebagai kesusilaan. Realisasi
pengamalan etika dan moral sesorang tampak dari tingkah laku dan kadar kualitas
pengematannya sesuai dengan kematangan rohani, jasmani dan pribadinya.
Nilai-nilai yang terdapat dalam etika dan moral sangat spesifik secara
spiritual mencerminkan keluhuran budi manusia yang wajib dijadikan pedoman
paling asasi dari tindakan-tindakan manusia, baik secara pribadi selaku
aparatur pemerintahan maupun sebagai anggota masyarakat. Moral adalah sesuai
dengan ide-ide umum tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar sesuai
dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima, yang meliputi kesatuan
sosial atau lingkungan tertentu. Dengan demikian jelaslah persamaan antara
etika dan moral, tetapi juga ada perbedaannya, jika etika lebih banyak teoritis
sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli-ahli
filsafat, etika memandang perilaku perbuatan manusia secara universal sedang
moral secara lokal.
Dalam etika pemerintahan ada asumsi bahwa melalui penghayatan etis yang
baik seorang aparatur akan dapat membangun komitmen untuk menjadikan dirinya
sebagai teladan tentang kebaikan dan moralitas pemerintahan. Aparatur
pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi akan senantiasa menghindarkan dirinya
dari perbuatan tercela, karena ia terpanggil untuk menjaga kewibawaan Negara.
Citra aparatur pemerintahan sangat ditentukan oleh sejauhmana penghayatan etis
mereka tercermin di dalam tingkah laku sehari-hari. Konsep etika gtelah lama
diterima oleh masyarakat beradab di dunia sebagai sesuatu yang melekat pada
peranan sesuatu profesi. Etika menekankan perlunya seperangkat nilai-nilai
dilekatkan pada, dan mendapat acuan bagi, setiap orang yang menjadi warga dari
suatu profesi. Biasanya nilai-nilai itu kemudian menjadi ukuran tentang
baik-buruk, wajar tidak wajar, dan bahkan benar-salah. Dengan demikian, etika
pada dasarnya berkenaan dengan upaya menjadikan moralitas sebagai landasan
bertindak dalam sebuah kehidupan kolektif yang profesional. Ini yang disebut
etika praktis, selain itu ada juga filsafat etika atau etika yang
diperbincangkan hanya pada tataran filosofis. Etika pemerintahan termasuk dalam
etika praktis. Dalam kehidupan masyarakat modern sudah menjadi rumus bahwa
setiap profesi memiliki dasar-dasar etikanya sendiri. Nilai-nilai itu kemudian
diterjemahkan menjadi semacam code of conduct bagi anggota
dari profesi itu. Namun demikian etika profesi bukanlah sesuatu yang sacral dan
tak dapat direvisi. Nilai-nilai etika yang hidup dan berlaku dalam suatu
masyarakat profesi bukanlah sekadar menjadi keyakinan pribadi bagi para
anggotanya, tetapi juga menjadi seperangkat norma yang terlembagakan. Dengan
kata lain, sesuatu nilai etika harus menjadi acuan atau pedoman bertindak yang
pelanggaran atasnya akan membawa akibat-akibat moral. Misalnya seseorang yang
melanggar etika dapat saja dikucilkan oleh lingkungan profesinya. Pendapat umum
yang negatif, yang terbentuk sebagai akibat dari tindak pelanggaran etik
seseorang, biasanya merupakan sanksi yang sangat berat untuk ditanggung oleh si
pelanggar. Pada tingkat pelanggaran tertentu, biasanya sesuatu nilai
etika kemudian ditransformasikan lebih lanjut ke dalam bentuk norma dan bahkan
menjadi bagian dari sesuatu aturan hukum yang sanksi bagi pelanggarnya bisa sangat
berat. Di sini etika dapat dianggap menjadi sumber dari sesuatu hukum positif.
Namun demikian tetap harus dibedakan antara etika dan hukum.
Dalam ruang lingkup etika, sanksi untuk suatu pelanggaran atas nilainya
bersifat moral (penurunan harga diri atau semacamnya), sebagaimana ketaatan
atasnya juga memperoleh imbalan moral (berupa penghormatan atau semacamnya).
Setiap profesi biasanya memiliki standar-standar moral tertentu di dalam
memberireward dan punishment kepada anggotanya,
sehubungan dengan penegakan nilai etika profesi yang bersangkutan. Tentu saja
nilai-nilai etika yang ingin ditegakkan di dalam suatu lingkungan profesi tidak
seluruhnya terformalisasi secara jelas. Biasanya serangkaian nilai akan
terbangun menjadi landasan etika yang mengikat sebagai akibat dari sesuatu
kejadian yang melibatkan kehormatan atau eksistensi dari sesuatu profesi. Dari
sana kemudian disadari akan perlunya nilai-nilai itu diadopsi dan dilembagakan
(walaupun tidak selalu tertulis) ke dalam acuan bertindak para anggota. Hal ini
berbeda dengan nilai etika yang telah berubah menjadi hukum, yang semuanya
sudah tertulis dengan jelas dank arena itu akan lebih efektif penerapannya.
Namun betapapun akrabnya hubungan antara etika dan hukum, tidak semua nilai
etika akan otomatis menjadi hukum. Tergantung sejauhmana sesuatu nilai
mengalami proses akamodasi di dalam sistem sosialnya.
Di dalam lingkungan pemerintahan hal yang demikian juga berlaku. Ada
nilai-nilai tertentu yang harus ditegakkan demi menjaga citra pemerintah dan
menjadikan pemerintah mampu menjalankan misinya. Dari nilai-nilai itu ada yang
tetap menjadi bagian dari etika dan ada pula yang telah ditransformasikan
kedalam hukum positif. Misalnya perbuatan membuat perjanjian secara tersembunyi
untuk memenangkan tender pengadaan barang dan jasa pemerintah anatara pejabat
pemerintah dengan pengusaha lebih tepat dipandang sebagai pelanggaran etik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kontek pemerintahan etika
pemerintahan menjadi landasan moral bagi penyelenggaraan pemerintahan dan
dengan demikian dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan ETIKA PEMERINTAHAN
adalah nilai-nilai etik pemerintahan yang menjadi landasan moral bagi
penyelenggara pemerintahan.
Rasyid (1999:48-49) berpendapat keberhasilan pejabat pemerintahan di dalam
memimpin pemerintahan harus diukur dari kemampuannya mengembangkan fungsi
pelayanan, pemberdayaan, dan pembangunan. Pelayanan akan membuahkan keadilan
dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan
pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Inilah yang sekaligus
menjadi misi pemerintahan di tengah-tengah masyarakat. Etika pemerintahan
sebaiknya dikembangkan dalam upaya pencapaian misi itu. Artinya setiap tndakan
yang tidak sesuai, tidak mendukung, apalagi yang menghambat pencapaian misi
itu, semestinya dipandang sebagai pelanggaran etik. Pegawai pemerintah yang
malas masuk kantor, tidak secara sunggu-sungguh menjalankan tugas yang
dipercayakan padanya, minimal dapat dianggap melanggar etika profesinya. Mereka
yang menyalahgunakan kekuasaan (power abuse) untuk kepentingan pribadi,
kelompok, atau polongan dengan merugikan kepentingan umum, pada tingkat pertama
sudah melanggar etika pemerintahan. Mungkin mereka bisa diusut untuk dibuktikan
sebagai pelanggar hukum, tetapi itu akan terjadi pada tingkat lanjutan. Dalam
hubungan ini seseorang bisa saja melanggar etika dan hukum pada waktu yang
bersamaan. Aparatur pemerintahan seyogianya menjadikan dirinya sebagai teladan
di dalam pelaksanaan etika, hukum dan konstitusi, untuk itu pemerintah tidak
dapat begitu saja mengambil hak milik seseorang tanpa kewenangan yang jelas
(hukum) dan pemberian imbalan ganti rugi yang wajar (etika). Singkatnya setiap
warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil dari
pemerintah berdasarkan nilai-nilai etika dan hukum yang berlaku. Etika
pemerintahan dengan demikian tidaklah berdiri sendiri. Penegakkannya terjalin
erat dengan pelaksanaan prinsip Negara hukum. Itulah sebabnya maka sebuah
pemerintahan yang bersih yang segala tingkah laku dan kebijakannya berangkat
dari komitmen moral yang kuat, hanya bisa diharapkan dalam Negara hukum. Di
dalam Negara kekuasaan pemerintahan yang bersih itu sulit terwujud.
FUNGSI ETIKA
PEMERINTAHAN
. Fungsi Etika pemerintahan
Secara umum fungsi etika pemerintahan dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan ada dua: 1) sebagai suatu pedoman, referensi, acuan, penuntun,
dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan; 2) sebagai acuan untuk menilai
apakah keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan itu baik atau buruk,
terpuji atau tercela. Widodo (2001:245) menjelaskan bahwa oleh karena
etika mempersoalkan baik dan buruk dan bukan benar dan salah tentang sikap,
tindakan, dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya baik dalam
masyarakat maupun organisasi public atau bisnis, maka etika mempunyai peran
penting dalam praktek administrasi Negara. Etika diperlukan dalam administrasi
Negara. Etika dapat dijadikan pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus
dilakukan oleh administrasi negara dalam menjalankan kebijakan politik, dan
sekaligus dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku
administrasi Negara dalam menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan baik
atau buruk. Karena administrasi Negara bukan saja berkait dengan masalah
pelaksanaan kebijakan politik saja, tetapi juga berkait dengan masalah manusia
dan kemanusiaan.
Di dalam implementasinya etika pemerintahan itu meliputi etika yang
menyangkut individu sebagai anggota arganisasi pemerintahan, juga meliputi
etika organisasi pemerintahan serta etika profesi organisasi pemerintahan, yang
ketiganya dalam implementasinya bermuara pada nilai-nilai etis yang terkandung
baik pada peraturan perundangan, nilai-nilai agama, nilai-nilai social budaya,
nilai-nilai dalam asas penyelenggaraan pemerintahan dan nilai lainnya yang ada
kaitannya dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
SUMBER ETIKA
PEMERINTAHAN
Dari berbagai penjelasan tentang etika pemerintahan maka dapat dikemukakan
bahwa pada hakekatnya sumber etika pemerintahan itu dapat berasal dari
peraturan perundangan, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya yang
berasal dari kehidupan kemasyarakatan serta berasal dari adat kebiasaan dan
yang sejenis dengan itu. Ada yang berpendapat bahwa untuk Pemerintahan
Indonesia nilai-nilai keutamaan pemerintahan itu dipahami keberadaannya telah
tumbuh sejak sebelum Indonesia merdeka yaitu dimulai sejak jaman perjuangan
melawan penjajah Belanda dahulu, jika dirinci nilai-nilai dimaksud antara lain
bersumber dari:
- Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi 1945
- Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
- Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga pemerintah dan organisasi pemerintahan, hak dan kewajiban serta larangan bagi anggota organisasi pemerintah
- Nilai-nilai keagamaan
5. Nilai-nilai
sosial budaya: adat kebiasaan setempat seperti perilaku tentang kepantasan dan
ketidakpantasan
serta kesopanan
Nilai-nilai
agama dan sosial budaya merupakan salah satu nilai yang mengikat kehidupan
sehari-hari yang terbentuk sebagai akibat adanya hubungan veryikal dan
horizontal. hubungan vertikal yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya
yang membentuk nilai-nilai agama tertentu. Nilai ini biasanya bersifat
mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar (harus dilaksanakan). Sedangkan hubungan
horizontal atau hubungan antar sesama manusia membentuk apa yang dinamakan
nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai ini berbeda antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat yang lain sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat. Dibanding
dengan nilai-nilai agama, nilai sosial budaya mungkin jauh lebih adaptif. Nilai
sosial budaya yang berlaku dari masyarakat kadangkala mewarnai pola perilaku
dari masyarakat yang bersangkutan, terdapat hubungan interaksi antara
nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dengan nilai-nilai etika pemerintahan.
penghayatan yang etis
yang baik, seorang aparatur akan dapat membangun komitmen untuk menjadikan
dirinya sebagai teladan tentang kebaikan dan menjaga moralitas
pemerintahan.Aparatur pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi, akan
senantiasa menjaga dirinya agar dapat terhindar dari perbuatan tercela, karena
ia terpanggil untuk menjaga amanah yang diberikan, melalui pencitraan perilaku
hidup sehari- hari. Dalam lingkup profesi pemerintahan misalnya, ada nilai-
nilai tertentu yang harus tetap ditegakkan- demi menjaga citra pemerintah dan
yang dapat menjadikan pemerintah, mampu menjalankan tugas dan fungsinya.
Diantara nilai- nilai tersebut, ada yang tetap menjadi bagian dari etika dan
adapula yang telah ditranspormasikan ke dalam hukum positif. Contohnya, tindakan kolusi dengan kelompok
tertentu, lebih tepat dipandang sebagai pelanggaran etika
daripada pelanggaran hukum. Mengapa lebih cenderung kepada pelanggaran etika?
Hukum belum secara rinci mengatur tentang bentuk pelanggaran yang umumnya-
berlangsung secara diam- diam dan tersembunyi. Oleh karena itu, seorang
aparatur pemerintah yang ketahuan melakukan tindakan kolusi, sekalipun
tidak dapat selalu dituduh melanggar hukum berarti ia dinilai telah melanggar
etika, sehingga secara profesional dan moral, tetap dapat dikenakan sanksi.
Ethical Governance ( Etika
Pemerintahan ) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai
dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan
kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Etika
pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan
adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan
perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD
negara.
Dalam ilmu kaedah hukum (normwissenchaft atausollenwissenschaft) menurut Hans
Kelsen yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik hukum dan
sistematik hukum meliputi Kenyataan idiil (rechts
ordeel) dan Kenyataan Riil (rechts werkelijkheid). Kaedah
merupakan patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang “seharusnya”.
Proses terjadinya kaedah meliputi : Tiruan (imitasi) danPendidikan
(edukasi). Adapun macam-macam kaedah mencakup, Pertama : Kaedah
pribadi, mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain :
1.
Kaedah kepercayaan tujuannya adalah untuk mencapai
kesucian hidup pribadi atau hidup beriman. meliputi : kaedah fundamentil
(abstrak), contoh : manusia harus yakin dan mengabdi kepada Tuhan YME.
Dan kaedah aktuil (kongkrit), contoh : sebagai umat islam, seorang muslim/muslimah
harus sholat lima waktu.
2.
Kaedah kesusilaan tujuannya adalah untuk kebaikan
hidup pribadi, kebaikan hati nurani atau akhlak. Contoh : kaedah
fundamentil, setiap orang harus mempunyai hati nurani yang bersih.
Sedangkan kaedah aktuilnya, tidak boleh curiga, iri atau dengki.
Dengan begitu Good governance merupakan
tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda
pemerintahan. Good governance dapat diartikan bahwa good governance
harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai
kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pencapaian visi dan misi secara efektif dan
efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme
sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.
Untuk penyelenggaraan Good
governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika
merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal
yaitu :
1. Logika, mengenai
tentang benar dan salah.
2. Etika, mengenai
tentang prilaku baik dan buruk.
3. Estetika,
mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Etika pemerintahan ini juga dikenal dengan sebutan Good Corporate Governance. Menurut
Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah
yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan
bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara
keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee
on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai
proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan
aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas
perusahaan.
KESIMPULAN
Perilaku individu dalam setiap segi kehidupan
memberikan pengaruh bagi keadaan di sekitarnya. Dalam berorganisasi
khususnya organisasi pemerintah, hal ini menjadi hal yang sangat penting karena
ini merupakan bekal dasar yang harus dimiliki oleh seorang individu saat berada
di dalam suatu lingkungan, selain itu hal ini pun menjadi sangat penting karena
menyangkut kehidupan bangsa dan warga negara.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar