Kamis, 29 Maret 2012

Tugas 3

PENGANGGURAN DI INDONESIA
ABSTRAK
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment), Setengah Menganggur (Under Unemployment), Pengangguran Terbuka (Open Unemployment).
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu : Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment), Pengangguran struktural (Struktural Unemployment), Pengangguran friksional (Frictional Unemployment), Pengangguran musiman, Pengangguran teknologi, Pengangguran siklus, Pengangguran tidak kentara
Beberapa rasio yang berkaitan dengan pengangguran. Rasio-rasio tersebut diantaranya adalah : Dependency Ratio, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
1) Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
2) Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3)Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
4)Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia
5)Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang.
Beberapa langkah dan kebijaksanaan pemerintah yang pernah, sedang dan akan dilakukan diantaranya adalah:
Yang paling mendasar adalah dengan mengatasi masalah kependudukan, yakni dengan mencoba mengendalikan pertumbuhan penduduk, karena disadari bahwa pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat akan memicu munculnya pengangguran di masa datang, jika tidak diimbangi dengan peningkatan kegiatan produksi.
Dengan tidak melupakan prinsip APBN, akan menambah sector pengeluaran, baik itu pengeluaran pemerintah maupun pengeluaran dari sector investasi swasta guna mendukung terciptanya peningkatan kegiatan ekonomi yang diharapkan dapat membuka peluang dan kesempatan kerja yang lebih banyak.
Di pihak lain dengan memberikan dan mengarahkan pendidikan sumber daya kearah yang lebih mendesak, dengan memperbanyak pusat-pusat pelatihan kerja, serta dengan memberi kemudahan bagi pengelolaan sekolah-sekolah kejuruan. Harapannya agar kemampuan tenaga kerja Indonesia menjadi lebih siap dalam menyambut tantangan dunia kerja.
Usaha lainnya adalah dengan mencoba membuka kesempatan dan lapangn kerja di daerah-daerah yang selama ini kurang berkembang kegiatan ekonominya. Sehingga proses pemerataan kesempatan kerja menjadi lebih terjamin keberhasilannya, selain mengurangi konsentrasi tenaga kerja di pulau Jawa.
Tidak lupa di sector luar negeri, mulai digalakannya ekspor jasa berupa tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri, meskipun untuk langkah terakhir ini masih memerlukan usaha yang lebih keras dari semua pihak, agar kepentingan dan nasib pekerja yang bekerja di luar negeri lebih baik.


Kelas :1EB13
Nama
Kelompok :
1. DIKA ARYANI (22211075)
2. DYAH SRI LESTARI (22211298)
3. GITA OKTAVIANI (23211085)
4. MISTIN HERWATI (24211509)
5. VIRNIA IRVIANTI PUTRI (27211302)

Kamis, 08 Maret 2012

Tugas 2

Perekonomian Indonesia 201

INILAH.COM, Jakarta – Kementerian Keuangan tiba-tiba mengeluarkan perkiraan, krisis global 2008 bakal terulang tahun depan. Seberapa besar peluang tersebut dan seperti apa skenario terburuknya bagi Indonesia?

M Doddy Arifianto, ekonom dari Universitas Ma Chung, Malang, mengakui beberapa pengamat menilai adanya perspektum berisiko yang bisa memicu krisis global. Meskipun, risiko itu belum tentu terjadi.
Perspektum pertama adalah memburuknya perekonomian di AS dan Jepang. Jepang dipicu oleh gempa dan Tsunami 11 Maret 2011 yang recovery-nya di bawah ekspektasi. “Begitu juga dengan perekonomian AS yang belum mengalami perkembangan berarti,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Kamis (15/9).
Dia menjelaskan, meski sudah mengalami dua kali stimulus moneter Quantitative Easing (QE) ditambah dengan stimulus fiskal sebesar US$447 miliar, perekonomian AS belum bergerak. Sinyalnya justru bakal memasuki resesi di negara itu. “Bangkit saja belum dari krisis 2008, sudah mau resesi lagi,” timpalnya.
Sentimen AS semakin buruk karena posisi fiskalnya yang jelek dengan rasio utang di atas 100% terhadap PDB dan mendapat down grade peringkat utang dari Standard & Poor’s Rating Service (S&P).
Perspektum kedua adalah setelah Yunani mengalami krisis utang, tinggal menunggu negara lainnya di kawasan Uni Eropa yang bakal mengalami nasib serupa.
Perspektum ketiga adalah negara-negara berkembang terancam inflasi. Menurut Doddy, jika inflasi serentak terjadi pada 2012, kondisi ekonomi global bakal memburuk. “Ini risiko krisis yang bisa terjadi, bisa juga tidak terjadi,” ujarnya. “Saya tidak melihat krisis, tapi slow down (perlambatan).”
Sejauh ini, Organisasi Pembangunan dan Kerja sama Ekonomi (OECD), Bank Dunia, International Monetary Fund dan Asia Development Bank (ADB) baru sebatas memangkas proyeksi pertumbuhan dunia dan beberapa negara. Memang, angka pemangkasan itu di bawah kondisi normal. “Sedangkan krisis atau resesi, PDB harus kontraksi atau pertumbuhan minus,” tandasnya.
Negara-negara yang tergabung dalam BRIC (Brazil, Russia, India dan China) bekerja sama untuk membeli obligasi-obligasi Eropa dan IMF menjadi ‘mak comblang’ untuk itu. Negara maju tak sanggup lagi membelinya, karena besarnya defisit fiskal dan banyaknya utang. “Karena itu, obligasi Eropa ditawarkan ke negara berkembang yang kuat secara ekonomi. Krisis global coba ditanggung bersama,” papar Doddy.
Menurutnya, jika terjadi resesi global pada 2012, bakal berdampak bagi perekonomian Indonesia. Menurutnya, yang paling ditakutkan adalah dari sisi capital inflow. Jika berubah secara tiba-tiba, akan menjadi capital out flow dan rupiah pun bakal mengalami tekanan hebat. “Tapi, dengan likuiditas yang melimpah di dalam negeri, tidak rasional jika asing menarik dananya besar-besaran,” tandasnya.
Apalagi, kondisi sekarang berbeda dengan 2008 di mana likuiditas global melimpah. Tapi, bukan tidak ada risiko krisis sama sekali. Sekarang, tinggal seberapa besar eksposur yang harus dihapus buku (write off) negara-negara maju pada negara-negara yang sedang krisis seperti Yunani. “Dampaknya ke Indonesia, kita masih cukup terjaga,” ucapnya.
Dia berpendapat, skenario krisis saat ini baru 20%. Dalam scenario normal, PDB 2012 di level 6,5-6,7%. Sebab, pertumbuhan disumbang oleh ekspor 10-20% dan investasi 30-40%. Jika terjadi krisis, kedua sektor terganggu sehingga pertumbuhan Indonesia bisa terpangkas jadi 4,2%.
Pasalnya, pada saat krisis sumbangan net ekspor terhadap PDB akan berubah turun jadi minus (-10%). Menurutnya, pada saat krisis, yang paling terimbas negatif adalah sektor investasi sehingga sumbangannya terhadap PDB pun bisa mengecil mendekati 0%. Paling tidak di level 3%-an.
Kondisi itu, Doddy mengatakan, bakal memicu tekanan kenaikan suku bunga untuk menarik investor asing. Tapi, BI tidak akan bermain-main dengan kenaikan suku bunga dengan melimpahnya cadangan devisa yang mencapai US$124,6 miliar.
Bahkan, jika terjadi krisis global, suku bunga bisa diturunkan ke level 6,5% tapi kecil peluangnya bisa mencapai 5%. Jika normal, suku bunga masih bisa naik ke level 7-7,25%. “Terakhir, saat krisis, rupiah bisa melemah ke level 9.500 dan dalam situasi normal di level 8.500-an,” imbuhnya.
Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, kendati arus masuk dana asing (capital inflow) masih akan membanjiri Indonesia, tidak dapat dipungkiri kondisi krisis ekonomi pada 2012 bisa lebih buruk dari 2008.
"Dengan kondisi sekarang mungkin memang capital inflow banyak masuk, tapi apa yang terjadi di 2008 itu mungkin akan terjadi juga di 2012," ujarnya dalam rapat kerja antara pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Komisi XI di Gedung DPR RI, Kamis (15/9).
Menurutnya, Indonesia memang tidak akan terkena dampak langsung dari krisis tersebut. Pasalnya, tidak terlalu bergantung dengan ekspor. Tapi kalau negara tujuan ekspor mengalami krisis, akan berimbas pada ekonomi Indonesia selain kepada pertumbuhan juga pada tingkat bunga. "Krisis 2012 bisa lebih berat dari 2008, meskipun Indonesia dengan emerging market lain lebih baik ketimbang negara maju. 2008 bisa terjadi (lagi), jadi harus diperhitungkan," tandasnya.
Oleh: Ahmad Munjin
Jabar - Jumat, 16 September 2011
Sumber : www.google.com